Dalam sebuah Hadist disebutkan, "Sesungguhnya Surga dihiasi dan diperindah dari tahun ke tahun, disebabkan masuknya bulan Ramadhan, dan para bidadari berkata 'ya
Rabb, jadikanlah untuk kami pada bulan ini pasangan dari hamba-hambaMu
yang dapat menyenangkan kami dan merekapun menjadi senang karena
keberadaan kami'."
Dalam hadist lain disebutkan, "Sesungguhnya para bidadari pada bulan ramadhan berseru:'Adakah para peminang yang menghadap Allah untuk menikahi kami?'."
Mahar para bidadari adalah
panjangnya sholat tahajjud, yang demikian itu dapat diperoleh pada bulan
ramadhan, melebihi bulan-bulan yang lain.
Dalam sebuah kisah diceritakan,
pernah ada seorang yang shalih dan sangat banyak sholat tahajjud dan
puasanya, suatu malam ia sholat dimasjid dan tertidur. Dalam tidurnya
itu ia bermimpi melihat rombongan yang ia ketahui itu bukanlah rombongan
jenis manusia.
Mereka membawa roti yang putih bersih bagaikan salju, diatas roti itu ada berlian seperti delima, rombongan itu lalu berkata, "Makanlah!".
Orang shalih tersebut menjawab, "Sesungguhnya aku ingin berpuasa".
Mereka lalu berkata, "Pemilih rumah ini memerintahkan kepadamu untuk makan".
Lalu dijawab, "Maka akupun memakan makanan itu dan mengambil berlian untuk kubawa".
Namun rombongan tersebut berkata, "biarkanlah berlian itu, kami akan menanamnya untukmu hingga menjadi pohon dan memberikan kebaikan kepadamu".
dijawab oleh orang Shalih, "dimanakah itu?".
Rombongan itu menjawab, "Ditempat
yang tidak akan ambruk, buah tidak berbuah, serta kepemilikan yang
tidak akan terputus dan pakaian yang tidak akan lusuh, didalamnya
terdapat perkara yang membuat hati ridho, menyejukkan mata, istri-istri
yang selalu rindu dan membuat ridho, mereka tidak memperdaya dan tidak
terpedaya. Hendaklah engkau tetap dengan keadaanmu saat ini, karena
sesungguhnya tak lama lagi engkau berangkat".
Akhirnya hanya selang dua pekan
setelah mimpinya itu, orang shalih itu menghembuskan nafasnya yang
terakhir. pada malam wafatnya itu salah seorang sahabatnya yang pernah
mendengar kisahnya tadi bermimpi bertemu dengannya. Orang shalih
tersebut berkata pada sahabatnya ini, "janganlah
engkau heran akan pohon yang ditanam untukku pada hari kuceritakan hal
itu padamu..!, kini pohon itu telah membawa (sesuatu)".
"Apakah yang ia bawa ?", sahabatnya bertanya.
dijawab, "janganlah
engkau menanyakan hal itu karena tidak seorangpun yang dapat
menggambarkannya, tidak pernah ada penghargaan seperti ini dari dzat
Yang Maha Mulia, bila datang padaNya orang taat".
Wahai sekalian manusia, adakah diantara kalian yang hendak mengajukan pinangan pada Ar-Rahman ?
adakah yang menginginkan apa yang disiapkan Allah bagi orang-orang bertaqwa di Surga ?
barangsiapa menginginkan Surga, hendaklah ia meninggalkan sikap lamban
dan berdirilah ditengah malam yang gelap gulita menuju kepada cahaya Al Quran.
http://www.islamedia.web.id/2013/06/mutiara-ramadhan-meminang-bidadari.html
[dari Mutiara Ramadan yang Terabaikan, Ibnu Rajab al-Hambali]
BERANDA
Sabtu, 29 Juni 2013
Jumat, 28 Juni 2013
7 Wasiat Mendapatkan Kebahagiaan
Kebahagiaan adalah impian semua orang. Betapa banyak orang yang
melakukan segalanya agar menjadi bahagia. Betapa banyak orang yang
mengejar kebahagiaan tetapi tak jua mendapatkannya. Bahkan, tak sedikit
orang yang justru mendapatkan kebalikannya; jiwanya galau, hatinya
selalu menderita.
Bagaimana kiat agar menjadi orang yang bahagia? Berikut ini 7 wasiat yang ditulis Karim Abdul Ghaffar dalam bukunya Tafriij al-Hamm (Seni Bergembira; Cara Nabi Meredam Gelisah Hati):
1. Tersenyumlah walau hanya berpura-pura. Berikutnya, senyuman itu akan menjadi senyum yang sesungguhnya.
2. Tersenyumlah langsung ketika Anda tertimpa musibah. Allah dan malaikat-Nya mengawasi reaksi Anda sedangkan Iblis menantikan kekafiran Anda.
3. Ekspresi wajah berperan besar dalam memberi bobot kegelisahan. Karena itu, perintahkanlah diri Anda supaya tersenyum.
4. Jangan tersenyum ketika saudara meninggal karena dengan begitu Anda tampil bodoh. Tersenyumlah di dalam hati Anda untuk memberitahukan keridhaan Anda kepada Allah.
5. Jangan mengharapkan sesuatu dari akhirnya, tapi harapkanlah dari awalnya. Awal sesuatu sudah termaktub dalam kitab Allah (lauh mahfudz). Jika ia merupakan milik Anda, Anda pasti mendapatkannya walau harus menunggu lama. Jika bukan, berdoalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar mengampuni Anda karena mengharapkan sesuatu yang bukan milik Anda.
6. Ingatlah baik-baik bahwa pena Allah (qalam) telah diangkat dan lembarannya pun telah mengering, supaya Anda tidak hidup dalam lamunan dan banyak berangan-angan kepada Allah.
7. Perhitungkan umur Anda. Umur hanyalah soal waktu. Betapa banyak waktu yang terbuang sia-sia karena membayangkan masa lalu yang menyedihkan atau merisaukan masa depan yang belum jelas.
[sumber: Seni Bergembira; Cara Nabi Meredam Gelisah Hati karya Karim Abdul Ghaffar]
Bagaimana kiat agar menjadi orang yang bahagia? Berikut ini 7 wasiat yang ditulis Karim Abdul Ghaffar dalam bukunya Tafriij al-Hamm (Seni Bergembira; Cara Nabi Meredam Gelisah Hati):
1. Tersenyumlah walau hanya berpura-pura. Berikutnya, senyuman itu akan menjadi senyum yang sesungguhnya.
2. Tersenyumlah langsung ketika Anda tertimpa musibah. Allah dan malaikat-Nya mengawasi reaksi Anda sedangkan Iblis menantikan kekafiran Anda.
3. Ekspresi wajah berperan besar dalam memberi bobot kegelisahan. Karena itu, perintahkanlah diri Anda supaya tersenyum.
4. Jangan tersenyum ketika saudara meninggal karena dengan begitu Anda tampil bodoh. Tersenyumlah di dalam hati Anda untuk memberitahukan keridhaan Anda kepada Allah.
5. Jangan mengharapkan sesuatu dari akhirnya, tapi harapkanlah dari awalnya. Awal sesuatu sudah termaktub dalam kitab Allah (lauh mahfudz). Jika ia merupakan milik Anda, Anda pasti mendapatkannya walau harus menunggu lama. Jika bukan, berdoalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar mengampuni Anda karena mengharapkan sesuatu yang bukan milik Anda.
6. Ingatlah baik-baik bahwa pena Allah (qalam) telah diangkat dan lembarannya pun telah mengering, supaya Anda tidak hidup dalam lamunan dan banyak berangan-angan kepada Allah.
7. Perhitungkan umur Anda. Umur hanyalah soal waktu. Betapa banyak waktu yang terbuang sia-sia karena membayangkan masa lalu yang menyedihkan atau merisaukan masa depan yang belum jelas.
[sumber: Seni Bergembira; Cara Nabi Meredam Gelisah Hati karya Karim Abdul Ghaffar]
Senin, 24 Juni 2013
Mari Berjamaah, Jangan Sekedar Berkerumun
By: Nandang Burhanudin
*****
Tak ada seorang pun muslim berakal, melainkan akan merasa berduka,
sedih, tersayat, galau, dan gundah gulana saat umat Islam dinistakan
bangsa-bangsa penyembah berhala dan beraliran sesat.
Sebagaimana tak seorang pun aktivis Islam yang benar-benar
memperjuangkan 'izzul Islam wal Muslimin, melainkan ia akan berusaha
sekuat tenaga untuk menghimpun barisan, menyatukan langkah, dan
membersamakan Islam dalam satu pemahaman komprehensif: Islam yang unggul
dan tidak ada yang mengungguli.
Namun di tataran realitas,
justru yang terjadi adalah kebalikannya. Mengapa elemen umat yang
berbeda ormas atau madzhab, tapi bisa bersatu bila memiliki kesamaan
hobi. Misalnya; perokok aktif akan sama-sama memiliki kesamaan hobi,
walau latarbelakang berbeda. Lain halnya dengan aktivis gerakan Islam,
semakin mengkaji Al-Qur'an dan Sunnah, malah semakin berpisah.
Apa gerangan yang salah? Menurut hemat saya, kesalahan itu terletak pada dua hal:
Hal pertama: Status keterikatan dengan gerakan Islam baru sebatas
intisab (keterikatan emosional) belum pada intizham (keterikatan
konseptual).
Status keterikatan secara emosional ini, sangat
mudah dipatahkan. Hanya bila ada kasus atau fenomena like and dislike,
aktivis gerakan Islam ini mudah goyah, galau, bahkan futur sebelum di
kemudian hari malah menjadi penentang dan pembocor rahasia yang
menurutnya supersecret.
Selain itu, status intisab ini pula
cenderung frontal di saat kesal, mencaci maki di saat benci, ringkih di
saat merasa tersisih. Namun ketika cinta melanda, maka tipe ini sangat
fanatik, merasa paling benar, paling sesuai manhaj, dan menapikan
kebaikan pada orang lain.
Tentu tipe intisab ini masuk
dalam kategori "belum matang". Maka bisa dipastikan siapapun dan
dimanapun berada, aktivis gerakan Islam yang baru sebatas intisab akan
sulit menemukan fokus perjuangan. Jika pun berjuang, maka belum mencapai
"isi", "substansi", ataupun "nilai".
Bila ia bergabung di JT,
maka yang ia banggakan adalah: khurujnya. Sedangkan substansi khuruj
tidak ia raih. Bila di tarbiyah, maka ia banggakan marhalah-nya, bukan
substansi tarbawinya. Bila di HTI, ia gembar-gemborkan Islam kaaffah
yang sebatas berganti bendera, anti riba tapi uangnya masih pake unsur
riba, dll. Bila di Persis, maka ia akan mudah membid'ahkan apapun yang
tidak ada di zaman Nabi. Bila di Muhammadiyah, maka akan
digembar-gemborkan kemajuan sosialnya, bukan substansi perjuangan KH.
Ahmad Dahlannya. Bila di NU, maka ia akan banggakan shalawatannya, lupa
akan perjuangan KH. Hasyim Asy'arinya. Namun fokus kerja dan amal ia
sendiri, tidak terlalu nampak. Bangga dengan organisasi yang memang
sudah besar. Sementara dirinya tetap kerdil.
Hal kedua:
Efek hal pertama adalah, rata-rata personal gerakan Islam sulit berpadu
dalam satu tansiq (koordinasi) dan ta'awun (kerjasama tim), padahal
masih satu Kiblat, satu Al-Qur'an, dan satu Nabi.
Jika Islam
itu satu bangunan, sedangkan ormas atau gerakan Islam itu adalah batu
bata dan elemen yang memperkokoh dan memperindah bangunan Islam itu,
maka mengapa aktivis gerakan Islam sudah bertemu dalam satu meja,
berpadu dalam satu kesepakatan untuk menghadapi problem bersama:
=> Kemiskinan, bukankah umat Islam miskin?
=> Kebodohan, bukankah umat Islam bodoh?
=> Keterbelakangan, bukankah umat Islam terbelakang?
=> Keterjajahan, bukankah umat Islam terjajah?
dll.
Kini kita lihat bersama: tansiq dan ta'awun itu seakan sulit dilakukan,
walau hanya dalam forum-forum formal. Tengok masalah Al-Aqsha, kiblat
pertama umat Islam. Kita bisa melihat bersama, mana gerakan Islam yang
konsisten dan tak pernah surut menjadikan Al-Aqsha sebagai masalah
sentral umat Islam. Bahkan seorang pendiri gerakan Ikhwanul Muslimin,
Imam Asy-SYahid Hasan Al-Banna mengatakan, "Tugas Ikhwanul Muslimin
tidak akan pernah berhenti, hingga 1 nyawa terakhir Yahudi yang
memerangi terbunuh." Bahkan di kesempatan lain beliau mengatakan,
"Ikhwanul Muslimin akan bubar, seiring bubarnya Zinonis."
Namun
di sisi lain, gelora membela Al-Aqsha justru yang nyaring terdengar
adalah: menyerang elemen yang telah jelas membela Al-Aqsha,
mengkafirkan, atau mengumbar fitnah. Justru keanehan yang muncul. Objek
yang dibela sama. Tapi pengaruhnya jauh berbeda. Yang satu benar-benar
melawan musuh. Sedang yang kedua, malah menelikung kawan, menggunting
dalam lipatan, dan sangat menguntungkan musuh.
Kesimpulan
Jadi inti dari berjamaah adalah:
1. Menyelami hingga jauh ke dalam, untuk kemudian diimplementasikan
dalam amal nyata: berjamaah karena manhaj bukan karena figur.
2. Inti dari berjamaah adalah tansiq dan ta'awun (koordinasi dan
kerjasama) demi mencapai tujuan yang sama. Percuma kita berada dalam
satu ormas/jamaah, jika kita tidak mampu tegar menghadapi ujian, fitnah,
atau kondisi darurat. Percuma kita hidup berjamaah kalau yang kita
jalani hanya yang enak-enak saja. Sementara di kala susah, kita mundur
teratur. Dan jangan berbicara persatuan umat Islam, jika hanya masalah
kecil saja, kita tak mampu menjaga keutuhan di internal rumah sendiri.
Dengan demikian, jelas beda antara berjamaah dengan berkerumun bukan?
Wallahu A'lam
Minggu, 23 Juni 2013
BBM Naik, Biasa aja Tuch!
oleh : Nandang Burhanudin
****
Siang tadi berjumpa dengan seorang jamaah yang kebetulan PNS.
"Duh ... tadi malem antri BBM ... sampai ada yang pingsan! Bangsa kita mudah panik ya ..", ujarnya.
"Kenapa gitu pak ... emang salah ya?", saya balik bertanya.
"Gak salah sich ... he he ... hanya saya heran saja. 1 Liter kan naik 2000 rupiah. Apa beratnya ....", ungkapnya kalem.
"Wah buat bapak sich gak ngaruh, wong gajih+remunerasi+bonus nambah....", ungkap saya sembari tersenyum.
"Bukan gitu tadz. BBM kan sudah naik. Biaya ongkos dan biaya-biaya lain memang pasti nambah. Tapi yang saya garis bawahi, tinggal mengurangi kebiasaan yang tidak perlu .... insya Allah dampak BBM gak ngaruh ....", ungkapnya panjang lebar.
"Iya. Buat bapak gak ngaruh. Buat yang lain ... yang gak punya gaji bulanan bagaimana?", tanya saya masih membaca arah pembicaraannya.
"Mudah saja. Mayoritas penduduk Indonesia itu perokok berat. Uang rokok bisa 10.000 sehari. Nah, tinggal kurangi pembakaran lewat rokok dialokasikan untuk BBM ... subsidi lah ...", jelasnya.
"Ooooo ... amazing ... wonderfull ... pendapatnya top begete pake bangets ... Masalahnya para perokok itu mau ndak ngurangin jatah hisapnya?", tanya saya.
"Nah itu dia ... di tahap ini perlu edukasi dari para ustadz ....", ujarnya sembari tersenyum.
"He he .... maaf pak, kok jadi ustadz yang disuruh edukasi. Anggarannya aja gak ada. Soal edukasi mah kagak kebagian ... he he ....", jawab saya.
"He he .... saya tersenyum saja tadz ... senyum lebih baik ....", ungkapnya.
****
Catatan: Cerdas mensiasati kenaikan BBM, dengan mengurangi hobi dan kebiasaan yang kurang bermanfaat.
Minggu, 16 Juni 2013
Bulan Sya'ban dan Fadhilahnya
Oleh; Ust. FARID NU'MAN HASAN
Definisi Sya’ban
Imam Ibnu Manzhur Rahimahullah menjelaskan dalam Lisanul ‘Arab:
إِنما سُمِّيَ شَعبانُ شَعبانَ لأَنه شَعَبَ أَي ظَهَرَ بين شَهْرَيْ رمضانَ ورَجَبٍ والجمع شَعْباناتٌ وشَعابِينُ
Dinamakan Sya’ban, karena saat itu dia
menampakan (menonjol) di antara dua bulan, Ramadhan dan Rajab. Jamaknya
adalah Sya’banat dan Sya’abin. (Lisanul ‘Arab, 1/501)
Dia juga bermakna bercabang (Asy Sya’bu) atau berpencar (At Tafriq),
karena banyaknya kebaikan pada bulan itu. Kebiasaan pada zaman dahulu,
ketika bulan Sya’ban mereka berpencar mencari sumber-sumber air.
Dianjurkan Banyak Berpuasa
Bulan Sya’ban adalah bulan mulia yang
disunnahkan bagi kaum muslimin untuk banyak berpuasa. Hal ini ditegaskan
dalam hadits shahih berikut:
Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, katanya:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لَا يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لَا يَصُومُ فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلَّا رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ
“Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam berpuasa sehingga kami mengatakan dia tidak pernah berbuka,
dan dia berbuka sampai kami mengatakan dia tidak pernah puasa. Saya
tidak pernah melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
menyempurnakan puasanya selama satu bulan kecuali Ramadhan, dan saya
tidak pernah melihat dia berpuasa melebihi banyaknya puasa di bulan
Sya’ban.” (HR. Bukhari No. 1868)
Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha juga, katanya:
لَمْ يَكُنْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ
“Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam belum pernah berpuasa dalam satu bulan melebihi puasa pada bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari No. 1869)
Inilah bulan yang paling banyak Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berpuasa sunah. Tetapi, beliau tidak
pernah berpuasa sebulan penuh kecuali puasa Ramadhan.
Apa Sebab Dianjurkan Puasa Sya’ban?
Pada bulan Sya’ban amal manusia di
angkat kepada Allah Ta’ala. Maka, alangkah baik jika ketika amal kita
diangkat, saat itu kita sedang berpuasa.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
شعبان بين رجب ورمضان يغفل الناس عنه ترفع فيه أعمال العباد فأحب أن لا يرفع عملي إلا وأنا صائم
“Bulan Sya’ban, ada di antara bulan
Rajab dan Ramadhan, banyak manusia yang melalaikannya. Saat itu amal
manusia diangkat, maka aku suka jika amalku diangkat ketika aku sedang
puasa.”[1]
Adakah Keutamaan Malam Nishfu Sya’ban?
Ya, sebagamana diriwayatkan oleh banyak sahabat nabi, bahwa Beliau bersabda:
يطلع الله تبارك و تعالى إلى خلقه ليلة النصف من شعبان ، فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو مشاحن
“Allah Ta’ala menampakkan diri-Nya
kepada hambaNya pada malam Nishfu Sya’ban, maka Dia mengampuni bagi
seluruh hambaNya, kecuali orang yang musyrik atau pendengki.”[2]
Hadits ini menunjukkan keutamaan malam
Nishfu Sya’ban (malam ke 15 di bulan Sya’ban), yakni saat itu Allah
‘Azza wa Jalla mengampuni semua makhluk kecuali yang menyekutukanNya dan
para pendengki. Maka wajar banyak kaum muslimin mengadakan ritual
khusus pada malam tersebut baik shalat atau membaca Al Quran, dan ini
pernah dilakukan oleh sebagian tabi’in. Tetapi, dalam hadits ini –juga
hadits lainnya- sama sekali tidak disebut adanya ibadah khusus tersebut
pada malam itu, baik shalat, membaca Al Quran, atau lainnya. Oleh,
karena itu, wajar pula sebagian kaum muslimin menganggap itu adalah hal
yang bid’ah (mengada-ngada dalam agama). Sebenarnya membaca Al Quran,
Shalat malam, memperbanyak zikir pada malam Nishfu Sya’ban adalah
perbuatan baik, dan merupakan pengamalan dari hadits di atas, namun yang
menjadi ajang perdebatan adalah tentang ‘cara’nya, apakah beramai-ramai
ke masjid lalu di buat paket acara secara khusus, atau melakukannya
secara sendirian baik di rumah atau masjid dengan acara yang tidak baku
dan tidak terikat.
Syaikh ‘Athiyah Saqr (Mufti Mesir),
pernah ditanya apakah ada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
mengadakan acara khusus pada malam Nishfu Sya’ban? Beliau menjawab (
dikutip secara ringkas):
ثبت أن الرسول عليه الصلاة والسلام احتفل بشهر شعبان ، وكان احتفاله بالصوم ، أما قيام الليل فالرسول عليه الصلاة والسلام كان كثير القيام بالليل فى كل الشهر، وقيامه ليلة النصف كقيامه قى أية ليلة .ويؤيد ذلك ما ورد من الأحاديث السابقة وإن كانت ضعيفة فيؤخذ بها فى فضائل الأعمال ، فقد أمر بقيامها ، وقام هو بالفعل على النحو الذى ذكرته عائشة .وكان هذا الاحتفال شخصيا، يعنى لم يكن فى جماعة ، والصورة التى يحتفل بها الناس اليوم لم تكن فى أيامه ولا فى أيام الصحابة ، ولكن حدثت فى عهد التابعين . يذكر القسطلانى فى كتابه “المواهب اللدنية”ج 2 ص 259 أن التابعين من أهل الشام كخالد بن معدان ومكحول كانوا يجتهدون ليلة النصف من شعبان فى العبادة ، وعنهم أخذ الناس تعظيمها ، ويقال أنهم بلغهم في ذلك آثار إسرائيلية . فلما اشتهر ذلك عنهم اختلف الناس ، فمنهم من قبله منهم ، وقد أنكر ذلك أكثر العلماء من أهل الحجاز، منهم عطاء وابن أبى مليكة، ونقله عبد الرحمن بن زيد بن أسلم عن فقهاء أهل المدينة ، وهو قول أصحاب مالك وغيرهم ، وقالوا : ذلك كله بدعة، ثم يقول القسطلانى :
اختلف علماء أهل الشام فى صفة إحيائها على قولين ، أحدهما أنه يستحب إحياؤها جماعة فى المسجد، وكان خالد بن معدان ولقمان ابن عامر وغيرهما يلبسون فيها أحسن ثيابهم ويتبخرون ويكتحلون ويقومون فى المسجد ليلتهم تلك ، ووافقهم إسحاق بن راهويه على ذلك وقال فى قيامها فى المساجد جماعة : ليس ذلك ببدعة، نقله عنه حرب الكرمانى فى مسائله . والثانى أنه يكره الاجتماع فى المساجد للصلاة والقصص والدعاء ، ولا يكره أن يصلى الرجل فيها لخاصة نفسه ، وهذا قول الأوزاعى إمام أهل الشام وفقيههم وعالمهم .
“Telah pasti dari Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bahwa beliau melakukan kegiatan pada bulan Sya’ban
yakni berpuasa. Sedangkan qiyamul lail-nya banyak beliau lakukan pada setiap bulan, dan qiyamul lail-nya pada malam Nisfhu Sya’ban sama halnya dengan qiyamul lail pada malam
lain. Hal ini didukung oleh hadits-hadits yang telah saya sampaikan
sebelumnya, jika hadits tersebut dhaif maka berdalil dengannya boleh
untuk tema fadhailul ‘amal (keutamaan amal shalih), dan qiyamul lail-nya
beliau sebagaimana disebutkan dalam hadits dari ‘Aisyah yang telah saya
sebutkan. Aktifitas yang dilakukannya adalah aktifitas perorangan,
bukan berjamaah. Sedangkan aktifitas yang dilakukan manusia saat ini,
tidak pernah ada pada masa Rasulullah, tidak pernah ada pada masa
sahabat, tetapi terjadi pada masa tabi’in.
Al Qasthalani menceritakan dalam kitabnya Al Mawahib Al Laduniyah
(Juz 2, Hal. 259), bahwa tabi’in dari negeri Syam seperti Khalid bin
Mi’dan, dan Mak-hul, mereka berijtihad untuk beribadah pada malam Nishfu
Sya’ban. Dari merekalah manusia beralasan untuk memuliakan malam Nishfu
Sya’ban. Diceritakan bahwa telah sampai kepada mereka atsar israiliyat
(baca: kisah berasal dari Bani Israel) tentang hal ini. Ketika hal
tersebut tersiarkan, maka manusia pun berselisih pendapat, maka di
antara mereka ada yang mengikutinya. Namun perbuatan ini diingkari oleh
mayoritas ulama di Hijaz seperti Atha’, Ibnu Abi Malikah, dan dikutip
dari Abdurrahman bin Zaid bin Aslam bahwa fuqaha Madinah juga
menolaknya, yakni para sahabat Imam Malik dan selain mereka, lalu mereka
mengatakan: “Semua itu bid’ah!”
Kemudian Al Qasthalani berkata: “Ulama
penduduk Syam berbeda pendapat tentang hukum menghidupkan malam Nishfu
Sya’ban menjadi dua pendapat: Pertama,
dianjurkan menghidupkan malam tersebut dengan berjamaah di masjid.
Khalid bin Mi’dan dan Luqman bin ‘Amir, dan selainnya, mereka mengenakan
pakain bagus, memakai wewangian, bercelak, dan mereka menghidupkan
malamnya dengan shalat. Hal ini disepakati oleh Ishaq bin Rahawaih, dia
berkata tentang shalat berjamaah pada malam tersebut: “Itu bukan
bid’ah!” Hal ini dikutip oleh Harb Al Karmani ketika dia bertanya
kepadanya tentang ini. Kedua, bahwa dibenci
(makruh) berjamaah di masjid untuk shalat, berkisah, dan berdoa pada
malam itu, namun tidak mengapa jika seseorang shalatnya sendiri saja.
Inilah pendapat Al Auza’i, imam penduduk Syam dan faqih (ahli fiqih)-nya
mereka dan ulamanya mereka.”[3]
Selesai kutipan dari Syaikh ‘Athiyah Saqr Rahimahullah.
Maka, menghidupkan malam Nishfu Sya’ban
dengan berkumpul di masjid dan surau untuk melakukan ibadah tertentu
adalah perkara yang diperselisihkan para ulama sejak masa tabi’in.
Namun, yang pasti Rasulullah dan para sahabat tidak pernah melakukannya.
Hendaknya setiap muslim berlapang dada terhadap perbedaan ini, dan
mengikuti sunah adalah lebih baik bagi siapa pun.
Larangan Pada Bulan Sya’ban
Pada bulan ini, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang berpuasa pada yaumusy syak (hari
meragukan), yakni sehari atau dua hari menjelang Ramadhan. Maksud hari
meragukan adalah karena pada hari tersebut merupakan hari di mana
manusia sedang memastikan, apakah sudah masuk 1 Ramadhan atau belum,
apakah saat itu Sya’ban 29 hari atau digenapkan 30 hari, sehingga
berpuasa sunah saat itu amat beresiko, yakni jika ternyata sudah masuk
waktu Ramadhan, ternyata dia sedang puasa sunah. Tentunya ini menjadi
masalah.
Dalilnya, dari ‘Ammar katanya:
مَنْ صَامَ يَوْمَ الشَّكِّ فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Barang siapa yang berpuasa pada yaumus syak, maka dia telah bermaksiat kepada Abul Qasim (Nabi Muhammad) Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” (HR. Bukhari, Bab Qaulun Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam Idza Ra’aytumuhu fa shuumuu)
Para ulama mengatakan, larangan ini adalah bagi orang yang mengkhususkan berpuasa pada yaumusy syak
saja. Tetapi bagi orang yang terbiasa berpuasa, misal puasa senin
kamis, atau puasa Nabi Daud, atau puasa sunah lainnya, lalu ketika dia
melakukan kebiasaannya itu bertepatan pada yaumusy syak, maka hal ini tidak dilarang berdasarkan riwayat hadits berikut:
لَا يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدُكُمْ رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ إِلَّا أَنْ يَكُونَ رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمَهُ فَلْيَصُمْ ذَلِكَ الْيَوْمَ
“Janganlah salah seorang kalian
mendahulukan Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari, kecuali bagi
seseorang yang sedang menjalankan puasa kebiasaannya, maka puasalah pada
hari itu.” (HR. Bukhari No. 1815)
Demikian. Semoga Sya’ban tahun ini kita
bisa mengisi dengan berbagai kebaikan untuk mempersiapkan diri menuju
bulan Ramadhan yang penuh diberkahi.
Wallahu A’lam
[1] HR. An Nasai, 1/322 dalam kitab Al Amali. Status hadits: Hasan (baik). Lihat As Silsilah Ash Shahihah No. 1898. Lihat juga Tamamul Minnah Hal. 412. Dar Ar Rayyah
[2]
Hadits ini Diriwayatkan oleh banyak sahabat nabi, satu sama lain saling
menguatkan, yakni oleh Muadz bin Jabal, Abu Tsa’labah Al Khusyani,
Abdullah bin Amr, ‘Auf bin Malik, dan ‘Aisyah. Lihat kitab As Silsilah Ash Shahihah, 3/135, No. 1144. Darul Ma’arif. Juga kitab Shahih Al Jami’ Ash Shaghir wa Ziyadatuhu, 2/785. Al Maktab Al Islami. Namun, dalam kitab Tahqiq Misykah Al Mashabih,
justru Syaikh Al Albani mendhaifkan hadits ini, Lihat No. 1306, tetapi
yang benar adalah shahih karena banyaknya jalur periwayatan yang saling
menguatkan.
Aqidah Ikhwanul Muslimin
Ketika membahas manhaj aqidah Ikhwan,
kami telah menjelaskan bahwa aqidah Ikhwanul Muslimin adalah sebagaimana
aqidah salafiyah. Karenanya, Hasan Al Banna begitu besar perhatiannya
terhadap masalah aqidah. Beliau mengatakan, “Yang saya maksud dengan
ukhuwah adalah agar hati dan ruh kaum muslimin itu bersatu dengan ikatan
aqidah, sebagai ikatan yang paling kokoh dan kuat.”[1]
Ustadz Al Banna juga memfokuskan arah
da’wahnya kepada aqidah yang benar. Hal ini jelas tersimpul dari
ungkapannya, “Dan inti da’wah mereka -Ikhwan- adalah fikrah dan aqidah
yang ditanamkan dalam jiwa, hingga opini umum masyarakat terbina di atas
aqidah, diimani oleh hati, dan ruh mereka berkumpul mengelilinginya.”[2]
Begitupun bila jika kita perhatikan kandungan ajaran beliau pada Ushlul ‘Isyrin (prinsip dua puluh).
Masalah aqidah dibahas secara detail dan jelas:
Dalam Al Ushul ‘Isyrin, masalah tersebut secara gamblang dan rinci dijelaskan dalam poin berikut:
- Prinsip pertama dan kedua, tentang aqidah dan hubungannya dengan amal perbuatan. Inilah aqidah yang-benar dan ibadah yang lurus. Serta Al Qur’an dan Hadits sebagai rujukannya.
- Prinsip ketiga: Pengaruh Iman terhadap diri muslim.
- Prinsip keempat:, Tentang jimat dan berbagai bentuk kemusy- rikan dan bid’ah yang harus diperangi.
- Bagian terakhir dari prinsip kesembilan: Tentang penghormatan terhadap shahabat dan persoalan yang terkait dengan mereka, ridhwanullahi ‘alaihim.
- Prinsip kesepuluh: Keyakinan tentang Tauhid uluhiyah dan Rububiyah
- Prinsip ke sebelas: Bid’ah dalam agama Allah dan cara memeranginya.
- Prinsip ke tiga belas: Orang-orang shalih dan karomah.
- Prinsip keempat belas: Masalah kuburan dan bid’ah yang terkait dengannya.
- Prinsip ke lima belas: Masalah do’a dan tawassul.
- Prinsip ke tujuh belas: Aqidah dan keterikatannya dengan amal.
- Prinsip ke delapan belas: Aqli dan naqli dalam aqidah.
- Prinsip ke sembilan belas: Hubungan dalil aqli dan naqli dalam aqidah, dan apabila terjadi kontradiksi maka dalil naqli lebih diulamakan.
- Prinsip ke dua puluh: Tidak melakukan takfir (mengkafirkan) terhadap orang yang berbuat dosa kecuali dia berikrar dan selalu mengulangi perbuatan itu, sesudah dijelaskan tentang penyimpangannya.
Selain prinsip-prinsip tersebut
perhatian tentang aqidah tampak juga pada keterangan beliau pada bab
kedua yang membahas tentang da’wah, dijelaskan dalam prinsip pertamanya
tentang syumuliyatul fahm, pemahaman Islam yang integral. Dalam bab
ketiga tentang manhaj, prinsip kedua, dijelaskan bahwa landasan
pemahaman seorang muslim dan rujukannya dalam manhaj adalah Al Quran dan
sunnah. Pada prinsip keenam dalam bab tersebut disebutkan bahwa
kesucian itu hanyalah pada Al Quran dan sunnah Nabi shalallahu ‘alaihi
wa sallam,juga disebutkan sikap yang harus dilakukan dalam menghadapi
masalah khilafiyah. Pada prinsip kesembilan dijelaskan agar seorang
muslim tidak tenggelam dalam masalah-masalah perdebatan dan meninggalkan
semua unsur yang memecah belah. Kemudian pada prinsip keenam belas
menerangkan masalah ‘urf dan pengaruhnya
Di bab keempat, tentang fiqih,
dijelaskan dalam prinsip ke tujuh tentang ijtihad dan taqlid. Pada
prinsip ke delapan, tentang perselisihan dalam furu’ (cabang) dan
pertentangan di dalamnya. Pada prinsip keduabelas, dijelaskan seputar
ibadah dan penambahan ibadah serta pemahaman ulama terhadap masalah
tersebut.
[1] Majmu’atur Ar Rasa’il, Hasan Al Banna, Mu’assasah Ar Risalah, hal. 22
[2] Majmu’atur Ar Rasa’il, Hasan Al Banna, Mu’assasah Ar Risalah, hal. 98
http://www.hasanalbanna.com/tuduhan-bahwa-ikhwanul-muslimin-tidak-memiliki-persepsi-aqidah-yang-jelas/?utm_source=dlvr.it&utm_medium=facebook&utm_campaign=Feed%3A+hasanalbanna+%28hasanalbanna.com%29&utm_content=FaceBook
http://www.hasanalbanna.com/tuduhan-bahwa-ikhwanul-muslimin-tidak-memiliki-persepsi-aqidah-yang-jelas/?utm_source=dlvr.it&utm_medium=facebook&utm_campaign=Feed%3A+hasanalbanna+%28hasanalbanna.com%29&utm_content=FaceBook
Memahami Jalan Da'wah
Oleh; Nandang Burhanudin
Saya mungkin bukan siapa-siapa di jalan dakwah ini. Bukan muassasis, bukan assaabiqqunal awwaluun, bukan pula qiyadah yang turut berpeluh membesarkan dakwah. Bisa jadi saya hanyalah sekedar penumpang, yang turut bayar tiket, taat aturan perjalanan, tidak suka mengotori kereta, dan tak memiliki keberanian untuk turun loncat di tengah perjalanan.Apalagi "sok tahu" menasihati masinis kereta.
Sepanjang perjalanan itu, saya cermati laju dakwah ini, acap memperhatikan dan bertemu dengan beragam penumpang. Mereka berasal dari latarbelakang, suku, bahasa, hobi, kebiasaan, hingga style hidup yang berbeda pula. Akan tetapi persamaan di antara mereka sangat kentara. Yaitu sama-sama: tidak merokok!
Karena perjalanan dan jarak
tempuh yang jauh. Plus kondisi rel yang kadang naik turun, berkelok,
bahkan di beberapa tempat sering anjlok. Saya perhatikan, tak sedikit
penumpang itu yang turun ketika kereta anjlok. Malah ada penumpang yang
tidak puas. Bukan sekedar turun, namun ia caci maki masinis, para
penumpang yang masih bertahan, hingga mencoret-coret kereta dengan
kata-kata yang terkadang menyakitkan.
Penyebabnya:
Saya mungkin bukan siapa-siapa di jalan dakwah ini. Bukan muassasis, bukan assaabiqqunal awwaluun, bukan pula qiyadah yang turut berpeluh membesarkan dakwah. Bisa jadi saya hanyalah sekedar penumpang, yang turut bayar tiket, taat aturan perjalanan, tidak suka mengotori kereta, dan tak memiliki keberanian untuk turun loncat di tengah perjalanan.Apalagi "sok tahu" menasihati masinis kereta.
Sepanjang perjalanan itu, saya cermati laju dakwah ini, acap memperhatikan dan bertemu dengan beragam penumpang. Mereka berasal dari latarbelakang, suku, bahasa, hobi, kebiasaan, hingga style hidup yang berbeda pula. Akan tetapi persamaan di antara mereka sangat kentara. Yaitu sama-sama: tidak merokok!
Karena perjalanan dan jarak
tempuh yang jauh. Plus kondisi rel yang kadang naik turun, berkelok,
bahkan di beberapa tempat sering anjlok. Saya perhatikan, tak sedikit
penumpang itu yang turun ketika kereta anjlok. Malah ada penumpang yang
tidak puas. Bukan sekedar turun, namun ia caci maki masinis, para
penumpang yang masih bertahan, hingga mencoret-coret kereta dengan
kata-kata yang terkadang menyakitkan.
Saya sebagai penumpang
baru, tak tahan untuk bertanya; mengapa tim teknis yang dahulu merancang
perjalanan, mendesain format kereta, dan menentukan masinis, namun
berhenti di tengah jalan saat kereta anjlok? Bukankah memang rel kereta
yang akan dilalui itu berkelok, jauh, dan melewati rintangan yang tak
sedikit?
Saya memiliki kesimpulan sendiri. Semua itu berbasis pada pemahaman. Kesimpulan itu adalah:
1. Pemahaman tentang dakwah itu tidak dilihat sejak kapan ia bergabung
dengan dakwah. Tapi pemahaman itu dilihat dari kesigapan kader-kader
dakwah menghadapi turbulensi, anjlok, jalan berkelok, hutan belantara,
dan mungkin lokomotif yang bermasalah.
Karena suatu fikroh yang brilian akan sirna, ketika ia mengalami erosi pemahaman;
=> Erosi karena paradigma yang sempit dan sektoral.
=> Erosi karena pola sikap yang tidak beranjak kepada hal-hal substansial.
=> Erosi karena energi (waktu-sumber daya) untuk kerja tersita hal-hal yang sia-sia.
=> Erosi karena mencampuradukkan antara wasilah (proses) dengan tujuan (ghayah).
2. Pemahaman tentang dakwah tidak dilihat dari posisi/marhalah/level atau jabatan apa yang diemban seorang kader dakwah.
Tak sedikit yang salah kaprah memahami marhalah atau jenjang dalam
dakwah. Ada yang menganggapnya sebagai karir. Adapula yang menjadikannya
sebagai takrim (pemuliaan). Padahal saat berada di level/marhalah
dakwah itulah, ujian pemahaman sebenarnya tengah dimulai dan terus
berlangsung. Malah menurut perhatian saya, sering menemukan penyimpangan
pemahaman itu terjadi di level-level tinggi.
Penyebabnya:
=> Ketidakmampuan membaca kondisi dan telah dikontrol hawa nafsu.
=> Takjub dengan pendapat sendiri, bahwa pendapatnya yang paling benar.
=> Penakwilan yang tidak tepat.
=> Menjadikan AD/ART organisasi atau manhaj sebagai tabi' (follower) bukan lagi matbu' (yang diikuti).
3. Pemahaman tentang dakwah pula tidak dilihat dari berapa jenis buku
yang dilahap, berapa Doktor yang ditalaqqi, berapa pelatihan yang
dijalani.
Imam Hasan Al-Banna mengatakan:
"إن ميدان القول
غير ميدان الخيال، وميدان العمل غير ميدان القول، وميدان الجهاد غير ميدان
العمل، وميدان الجهاد الحق غير ميدان الجهاد الخاطئ"
"Medan
retorika berbeda dengan medan imajinasi. Medan kerja tidak sama dengan
medan retorika. Medan jihad tak sama dengan medan kerja.Medan jihad yang
benar berbeda dengan medan jihad yang salah."
Atas dasar ini, saya paham, bahwa tak ada yang menentukan laju jalan dakwah ini selain tiga hal:
(1). Persepsi yang sama tentang visi-misi dakwah; (2). Keyakinan
mendalam bahwa dakwah ini adalah elemen terpenting bagi kebangkitan
umat; (3). Kesatuan hati dan derap langkah, tidak berhenti di jalan dan
juga tidak menjadi qodhoya adalah hal yang dapat mempercepat laju dakwah
ini.
Jadi, mari kembali mengeja pemahaman kita!
Jumat, 14 Juni 2013
Celoteh Uda Mamad
Biarlah aku yg dibohongi, dari pada aku harus mebohongi,,,,!
Karena "Bohong" adlh racun dr kebaikan,,,,,,,
Ketika batu jalanan smakin terjal,
di saat itu pula, duri memenuhi tapak kakiku,,,,
aku tetap harus merangkak,,,,
mncapai puncak waktu
Agar harapan yg kusemai tak jadi layu,
dan cawan yg terisi oleh brjuta angan,
dapat kugapai dalam genggaman.
Kusapa pagi dari celah rerumputan diseblah jndela kamarku,,,
berharap mentari
bisa menghapuskan kerinduan,
krinduan pd angin yg mnerpa,
menyibak dan menepis hasrat yg tertawan oleh masa,,,,,
Sambilan taon ma ho amang, dung kehe manghadop ilahi robbi,,,
tottong doi uingot amang sude parhaccitanmi dan pambaenan mi tuau anak mon,,,
aso lek jadi sikolakki,,,,!
Hukirm do amang doa, disatiop au sumbayang, aso ditrimo Allah nian, sude amal ibadahmi,,
Di pelabuhan senja sore ini
kucoba mengetuk malam
kuhampar sajadah cinta di bibir malam...
Brharap dapat melebur jadi cahaya, menembus ke tanah,,,
hingga mengalir ke darah...
Wujudkan diri
pada tungku yang satu,,,,
Kutak akan brhenti,,,,,!
Terik terus menelanjangi bumi,
meski senja datang mnghadang,
namun dia tak gentar,
tak urung barang selangkah pun,
angin pun tak dapat menepis
kudapati rumput yg mengutuk
akan perih yg kian merajam.....
Tapi semuanya pasrah,,
menyerah pada yg tinggi,,
Menyibak tirai yg lusuh,,,
Malam terbelalak,,,!
Sarapan pagi,,,
sepiring makanan memilukn,
secangkir minuman cercaan dan makian,,
tersedia di ruang tdurku,
yang trkirim jauh dari seorg sahabtku
namanya tertera jelas,,
aku mmbiarkn sarapan pagiku
dijilati dan dimamah oleh mentari.
Sunggh tak sedap,,!
Dalam gelap malam
Kulihat bayangmu,,,,
:) :) :)
Kamis, 13 Juni 2013
Rasaku Terjaga Untuknya

Siang yang sangat panas, badan sangat lemas, kepala sangat sakit. Aku baru saja keluar dari kelas setelah baru saja selesai kuliah Komputasi Fisika yang cukup membuat kepalaku pening. Aku berencana mau langsung pulang ke tempat kost, tidak tahan rasanya dengan kepala yang makin nyut-nyutan.
Di bawah teriknya panas matahari aku berjalan sambil memijit-mijit kepala sendiri. Sebentar lagi aku akan segera keluar dari Fakultas MIPA.
Deruan suara bising serangga-serangga bermesin di Jalan Kaliurang sudah mulai terdengar dan cukup memekakan telingaku. Terkadang aku mengangguk-anggukan kepala ke depan dan ke belakang, ke kiri dan ke kanan seolah sedang senam peregangan, berharap bisa mengurangi rasa nyeri di kepala.
Tetapi yang ada malah sebaliknya, boro-boro hilang sakitnya, kepalaku malah semakin nyut-nyutan. Aku mulai merasakan sesuatu yang aneh dengan pandanganku. Seluruh benda yang aku lihat seolah berbayang. Jalan pun mulai gontai, tanah yang ku injak serasa bergoyang.
“Assalamu’alaikum.”
Kudengar ada seseorang mengucapkan salam padaku. Suara seorang perempuan. Aku kenal suara itu.
“Wa’alaikum salam.”
Aku jawab salam itu sambil berusaha tersenyum dan megarahkan wajah ke arah sumber suara. Tapi aku tidak bisa dengan jelas memperhatikan siapa perempuan itu. Sekilas kulihat di arah sumber suara ada seorang perempuan berjilbab lebar melintas berlawanan arah denganku sambil menggayuh sepedanya. Tapi aku tetap tidak bisa memastikan siapa perempuan itu. Hanya bayangannya yang tidak jelas yang aku lihat.
Pandanganku semakin kabur saja, kini semuanya berubah menjadi putih. Sakit kepalaku semakin menjadi-jadi seolah seribu jarum tertanam di kepalaku.
“Ya Allah aku tidak kuat lagi.”
Warna putih yang mendominasi setiap sudut yang aku lihat perlahan berubah menjadi hitam gelap, hingga akhirnya gelap semua, poek butarajin, seperti malam yang yang pekat, gelap sejauh mata memandang.
***
Suatu
tempat yang asing, aku tidak tahu aku sedang berada di daerah mana.
Waktu itu aku lewat di depan sebuah rumah panggung khas sunda.Suasana tempat yang damai, tenteram, dan cerah dengan lingkungan sekitar yang serba hijau. Di depan rumah itu, tepatnya di babancik rumah panggung itu kudapati seorang laki-laki paruh baya yang sedang menimang-nimang anak perempuan kecilnya. Anak perempuan kecil yang lucu dengan jilbab mungil terpasanag di kepalanya. Di samping laki-laki paruh baya itu aku lihat seorang anak laki-laki berumur kurang lebih enam tahunan yang sedang menghafal ayat-ayat Al-Qur’an dibimbing oleh sang laki-laki paruh baya. Sepertinya dia adalah putra dari laki-laki paruh baya itu.
Anak laki-laki itu melantunkan Al-Quran surat Ar-Rahman dengan begitu merdunya. Suara dan lagu tilawah yang khas, aku sering mendengarnya. Anak laki-laki itu bertilawah dengan gaya tilawahnya Ahmad Saud. Subhanallah, merdu sekali, cara bacanya juga sudah cukup tartil.
Aku sangat tertarik untuk mendekati mereka. Duduk-duduk dan berbincang-bincang bersama mereka di tempat penuh kedamaian itu.
“Assalamu’alaikum.” Kuucapkan salam kepada mereka.
“Wa’alaikum salam.” Balas bapak paruh baya itu dengan ramahnya.
Aku sudah berada di hadapan bapak paruh baya itu. Pandangan kami pun bertemu, aku dapat melihat wajahnya dengan jelas.
“Masya Allah!” Sontak aku mengucapkan kalimat ini dengan lirih.
Wajah yang sangat familiar, aku yakin aku sangat mengenal bapak itu, tapi aku tidak tahu siapa namanya.
Kuarahkan pandanganku ke arah anak-anaknya untuk memastikan bahwa aku memang mengenal mereka. Tapi aku tidak kenal anak-anak itu. Yang jelas aku lihat hanyalah seorang anak perempuan yang lucu dengan jilbab mungil terpasang di kepalanya dan seorang anak laki-laki yang sedang asyik dengan hafalan qur’annya. Sama sekali aku tidak mengenal anak-anak itu.
Aku menjadi sangat penasaran dengan bapak paruh baya itu, aku ingin tahu siapa namanya.
“Maaf Pak, bolehkah saya mampir di sini?”
“Oh iya Nak, silahkan-silahkan!” balasnya, ramah.
“Ini putra-putri bapak ya, lucu ya anak perempuannya, terus yang laki-lakinya juga indah sekali tilawahnya.”
“Iya Nak, ini anak-anak saya, yang perempuan ini baru belajar huruf hijaiyah, dan kalau yang laki-lakinya Alhamdulillah sudah hafal empat juz, sekarang masih terus menambah hafalan-hafalanya.”
“Wah, Subhanallah Pak, anak sekecil ini sudah hafal empat juz, luar biasa sekali.”
Bapak itu hanya membalas sanjunganku denagan senyumnya yang ramah.
Aku menjadi malu pada anak kecil yang sudah hafal empat juz itu, aku malu pada diri sendiri yang hampir berusia 21 tahun, tetapi belum banyak hafalannya. Boro-boro sampai hafal empat juz, juz 30 pun masih lupa ingat-lupa ingat.
“Maaf Pak, kalau boleh tahu, nama bapak siapa ya?” tanyaku penasaran.
“Oh iya Nak perkenalkan, nama saya Yusuf, lengkapnya Yusuf Siddiq Maulana.”
Jawab bapak itu sembari menyodorkan tangan kanannya mengajakku berjabat tangan. Aku pun menyambut sodoran tangannya untuk saling berjabat tangan.
Selanjutnya mulutku hampir menganga dengan rasa kaget yang luar biasa ketika dia meyebutkan nama Yusuf Siddiq Maulana.
“Hah, Yusuf Siddiq Maulana?, itu kan namaku!”
Kalimat ini pun terlontar cukup keras dari mulutku. Sementara bapak itu hanya tersenyum melihat kekagetanku.
Bapak paruh baya itu tidak menghiraukan rasa kagetku. Dia malah memanggil istrinya yang sedang berada di dalam rumah sekaligus memintanya membawakan air minum untukku.
“Mi, Umi, tolong ambilkan air minum Mi, ada tamu nih!” Katanya.
“Iya Bi.” Jawab istrinya dari dalam rumah.
Rasa kagetku belum juga hilang akan perkenalan tadi. Kutatap dalam-dalam wajah sang bapak paruh baya itu. Benar aku mengenalnya. Aku sangat kenal dia. Wajah yang sangat familiyar. Ku lihat ke arah keningnya ada bekas goresan luka melintang, mirip dengan yang ada pada keningku. Tentu aku dibuatnya kaget lagi dengan kesamaan ini. Namanya Yusuf Siddiq Maulana, peris sama dengan namaku.
“Silahkan Nak diminum airnya.”
Suara lembut seorang perempuan paruh baya mengejutkan aku yang sedang terkaget-kaget dengan keanehan itu. Ibu paruh baya itu memintaku untuk meminum air teh yang sudah dihidangkannya di sampingku.
Ibu paruh baya itu sudah berada di sampingku. Sesaat ku arahkan mataku ke arah wajahnya, dan lagi-lagi aku dibuatnya kaget. Wajah ibu paruh baya itu mengingatkan aku pada seseorang yang sangat aku kenal. Dia mengingtkan aku pada seorang perempuan yang juga berjilbab lebar seperti ibu itu. Seorang perempuan yang seringkali mengganggu pikiranku.
“Ini istri saya, namanya Khadija, Khadija Khairunnisa.” Bapak paruh baya itu memperkenalkan nama istrinya padaku. Kagetku semakin menjadi-jadi ketika bapak itu menyebutkan nama itu.
“Hah, Khadija Khairunnisa?” kalimat ini pun terlontar dengan keras dari mulutku.
Nama yang sangat aku kenal, nama seoarang perempuan yang seringkali mengganggu pikiranku selama ini.
Ibu paruh baya yang bernama Khadija itu pun hanya tersenyum menyaksikan kekagetanku. Tidak ada komentar apa pun yang terucap dari mulutnya.
Aku pun dapat melihat senyuman yang tulus dari wajahnya, senyuman tulus yang mengingatkan aku pada seseorang yang sangat aku kenal, senyuman tulus yang mengingatkan aku kepada seseorang yang seringkali membuat jantungku berdetak kencang ketika aku melihat senyumnya, senyuman tulus yang mengingatkan aku pada seseorang yang tidaklah cantik, tetapi ketika aku melihatnya aku merasakan sangat berbahagia, ketika melihat senyumnya hatiku menjadi tenteram, senyuman yang mengingatkan aku pada seorang teman perempuan sholehah yang bernama Khadija Khairunnisa. Namanya persis sama dengan ibu paruh baya itu.
Di tengah keadaan yang serba membingungkan itu tiba-tiba terdengar rengekan seorang anak perempuan kecil. Anak perempuan kecil yang sedang berada di pangkuan bapak paruh baya tiba-tiba saja merengek, memecah suasana hening sesaat.
“Ade kenapa? Yuk sama Umi aja yuk diais-nya, udah bosan ya, diais sama Abi terus.” (diais = dipangku; bahasa Sunda)
Sang ibu paruh baya itu sangat cepat tanggap ketika anak perempuan kecilnya merengek-rengek. Beberapa detik kemudian anak perempuan itu sudah berada di pangkuan ibu paruh baya yang bernama Khadija itu. Tetapi rengekannya tetap saja tidak berhenti, malah berubah menjadi tangisan yang cukup keras.
Ditimang-timang sekian lama tetap saja tidak mau berhenti tangisannya. Aku menjadi kasihan melihat ibu paruh baya yang tidak mampu membuat anak perempuannya itu berhenti menangis. Sepertinya dia sudah kerepotan sekali.
Aku langsung bangkit dari tempat dudukku. Mendekat ke arah ibu itu dan kutatap anak perempuan lucu yang sedang menangis di pangkuan ibunya itu. Kuhibur dia sebisa mungkin dengan gayaku yang seperti pelawak. Lagi-lagi ibu paruhbaya itu hanya tersenyum melihat tingkahku.
Tapi dampaknya bagi anak perempuan yang sedang berada dalam pangkuannya memang cukup manjur. Tidak lama kemudian anak itu berhenti dari tangisannya. Seberhentinya ia dari tangisannya, anak perempuan lucu langsung menjulurkan kedua tangannya ke arahku. Sepertinya dia ingin berada di pangkuanku. Aku pun dengan senang hati menyambutnya. Ibu paruh baya itu juga melepaskannya dengan senyuman khasnya.
Seketika anak perempuan lucu itu sudah berada di pangkuanku.
Subhanallah, aku merasakan kehangatan yang luar biasa ketika aku menimang-nimang anak perampuan itu. Perasaan sayang yang sangat luar biasa pada anak perempuan itu menaungi diriku. Perasaan sayang yang berbeda dengan perasaan sayang seoarang laki-laki pada seseorang yang hendak dinikahinya. Perasaan sayang yang benar-benar tulus. Mungkin inilah perasaan sayang seorang orang tua pada anaknya. Anak perempuan mungil itu sepertinya betah berada di pangkuanku. Dia asik memainkan jenggotku yang hanya beberapa lembar saja.
Kuarahkan mata sejenak ke arah bapak dan ibu paruh baya itu, dan seperti biasa mereka hanya tersenyum dengan ramahnya.
Aku langsung duduk menghadap ke arah halaman rumah panggung yang serba hijau itu, membelakangi bapak dan ibu paruh baya dengan tetap menimang-nimang anak perempuan kecil yang lucu itu. Aku duduk di samping anak laki-laki yang sudah berhenti dari menghafal Al-Qur’anya.
Seduduknya aku di sampingnya, anak laki-laki itu pun seketika langsung menyadarkan kepalanya ke bahuku. Ya Allah lagi-lagi aku merasakan perasaan yang tidak biasa, perasaan yang sama seperti perasaanku pada perempuan kecil yang hampir saja terlelap dalam pangkuanku. Inikah persaan cinta seorang orang tua pada anaknya?!
Lagu ini pun mengalun dengan lembut dari mulutku,
“Tidurlah tidur, anakku sayang
Tidurlah tidur, dalam pelukan
Aku do’akan, kelak kau besar
Jadi pejuang, pembela islam
Tegarlah bagai batu karang
Hidup ini dalah perjuanangan
bersabar hadapi tantangan
Rihdo Allah lah tujuan
Cintai Allah dan Rasulullah
Cintai Al-Qur’an dan orang beriman
Cintai akhirat, zuhudkan hidup di dunia..
Tingginya cita-cita menjadi penghuni surga
Tidurlah-tidur anaku, dalam pelukan”
Kedua anak itu sudah terlelap tidur, yang satu di pangkuanku dan yang satunya lagi tersandar di bahu sebelah kiriku. Suasana pun hening, yang kudengar hanyalah suara cicitan anak-anak ayam yang sedang bermain dengan induknya di halaman rumah, dan yang kulihat hanyalah hijaunya dedaunan yang tumbuh di halaman rumah itu. Sungguh tempat yang tenang dan penuh kedamaian.
Sepi. Kuarahkan wajahku ke arah tempat bapak dan ibu paruh baya tadi berdiri, namun tidak kudapati seorang pun dari mereka berada di sana.
“Pada kemana mereka?” Pikirku.
“Pak.. Bu.. kalian di mana?” Aku memanggil-manggil mereka.
Tapi tetap tidak ada balasan. Hening.
“Pak.. Bu.. kalian di mana?” sekali lagi aku panggil mereka.
Tapi tetap saja hening, tidak ada yang membalas panggilanku. Aku mulai bingung dengan keadan waktu itu, kok mereka meninggalkan aku begitu saja, pikirku.
Aku masih penasaran dengan dengan meraka, apakah mereka benar-benar sengaja pergi meninggalkan aku dan sengaja menyerahkan anaknya untuku.
“Pak.. Bu.. kalian di mana?” untuk yang ketiga kalinya aku berteriak memanggil bapak dan ibu paruh baya itu.
Alhamdulillah, untuk panggilan yang ketiga ini aku dapati seseorang menjawabnya
“Iya Bi sebentar, Umi segera ke sana.” yang aku dengar malah jawaban seperti ini.
“Abi, Umi, maksudnya apa?” Bisiku dalam hati.
Suara itu, aku sangat kenal suara itu.
Tidak lama kemudian dari dalam rumah munculah sosok seorang perempuan muda berkerudung lebar yang nampaknya seusia denganku. Aku sangat kenal dia. Dia adalah Khadija.
“Ada apa lagi ini, Khadija memanggilku Abi.” Bisiku dalam hati.
“Khadija, kok anti ada di sini, bapak dan ibu tadi ke mana?” Tanyaku bingung.
“Bapak dan Ibu siapa Bi, dari tadi Umi ga liat siapa-siapa selain Abi yang sedang menimang-nimang anak kita, si geulis dan si kasep.” Jawabnya sambil tersenyum.
“Anak? Anak kita? Maksudnya?” Kataku dalam hati.
Kagetku sudah sampai pada puncaknya, aku tidak tahan lagi dengan keanehan-keanehan yang terus-terusan terjadi ini. Jantungku semakin berdetak kencang ketika Khadija mendekat ke arahku sambil tersenyum dengan senyumnya yang khas. Aku ingin bangkit dari tempat duduku, tapi tidak bisa. Aku takut mengganggu anak-anak yang sedang terlelap di pangkuanku. Khadija sudah di belakangku…
***
Mataku terbuka,“Astagfirullah!” Ucapku lirih.
Aku sedang berada di atas sebuah ranjang di tempat yang asing bagiku. Tapi aku dapati dua orang anak manusia yang tidak asing bagiku, mereka sedang berada di sampingku. Mereka berdua adalah Aldi dan Zaki, sahabat baikku.
“Alhamdulillah, akhirnya antum sadar juga akh.” Kata Aldi.
“Di, ane kenapa Di, kok bisa ada di sini, ini di mana Di?.” Tanyaku pada Aldi.
“Udah jangan banyak bertanya dulu, ceritanya cukup panjang, nanti kalo antum sudah benar-benar pulih ane ceritain deh kejadianya seperti apa, antum sekarang berada di Sarjito.” (maksudnya di Rumah Sakit dr. Sardjito) Jawab Aldi.
Di kepalaku terpasang kain kompres untuk menurunkan panas, di tangan kiriku juga terpasang alat infus. Aku masih merasakan kepalaku yang sakit. Kembali kulemaskan leherku yang sempat menegang sesaat ketika terbangun dari tidak sadarkan diri barusan. Kuambil posisi paling rileks. Aldi memijat-mijat kepalaku, dan Zaki memijat-mijat kakiku.
“Kemungkinannya, tadi pagi sebelum kuliah, antum ga makan ya Cup, kata dokter perut antum ini kosong.” Kata Zaki sambil tetap memijat-mijat kakiku. Ucup, itulah nama yang sering digunakan teman-temanku untuk memanggilku.
“Iya, ane ga sempet sarapan dulu, kuliahnya jam tujuh sih, biasanya ga apa-apa, tapi kok sekarang malah bisa sampai seperti ini.”
“Wah jangan dibiasain seperti itu Cup, kalo ane sih mendingan datang kuliah agak telat daripada kuliah dengan perut kosong, bahaya, kalo kena maag kan repot urusannya.”
Sahabat-sahabatku ini memang sangat perhatian padaku, sampai-sampai mereka rela menjaga aku selama tidak sadarkan diri. Mereka juga sering memberikan nasehat yang sangat berharga untukku.
Sesaat kuarahkan mata ke arah jam dinding yang terpasang di dinding ruangan itu.
“Sudah jam setengah sembilan malam ya Di?, bisa ambilin ane air Di, ane mau wudhu, mau sholat Isya. Antum berdua udah pada sholat Isya?”
“Udah lah, nanti sholatnya sambil berbaring aja ya, untuk wudhunya biar nanti kami yang bantu.” Kata Aldi.
“Ya, ga apa-apa.”
Aldi langsung mengambilkan aku air dari kamar mandi yang ada di ruangan itu untukku berwudhu. Selanjutnya Aldi dan Zaki membantuku berwudhu dalam posisi tubuh masih tetap berbaring. Selesai dibantu berwudhu aku langsung melaksanakan shalat Isya di atas ranjang.
Seusai shalat aku mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi padaku tadi siang.
Aku mulai ingat apa yang terjadi tadi siang. Tadi siang setelah selesai kuliah jam 11.30, aku berencana mau langsung pulang ke tempat kost. Namun sayang, di perjalanan aku tidak kuat lagi menahan sakit kepala yang serasa ditanami seribu jarum. Hingga akhirnya aku pun pingsan.
“Ki, Di, gimana ceritanya ane bisa nyampe ke sini?”
“Tadi siang antum nyungsep di deket gerbang fakultas MIPA itu Cup. Ane di-sms sama Khadija kalo antum pingsan. Tadi siang ane lagi di mushola, lagi nunggu sholat Zuhur. Dapet kabar antum pingsan ane langsung menuju ke TKP aja, skalian ngajak Zaki yang kebetulan tadi siang dia baru saja selesai wudhu.”
“Khadija, kok bisa dia yang ngasih tau?”
“Katanya, tadi siang dia mau berangkat ke kampus, terus di jalan berpapasan dengan antum, dan melihat antum sangat lunglai sekali, terus pingsan.”
Aku mulai ingat, tadi siang ada seorang perempuan bersepeda yang mengucapkan salam padaku. Aku tidak dapat melihatnya dengan jelas tapi aku kenal suaranya. Aku baru sadar suara yang menyapaku dengan salam itu ternyata suaranya Khadija.
“Yaa Allah, ada apa dengan ini semua, apakah ini hanya sekedar kejadian biasa tanpa makna, atau Engkau hendak memberikan kabar gembira untuk hamba.”
Kupejamkan mataku. Kuucap istighfar sebanyak-banyaknya.
End..
*) Cerita ini 100% fiktif. Semoga padanya ada manfaat.
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2013/06/11/34937/rasaku-terjaga-untuknya/#ixzz2WAXe7GRU
Cara Upload file pdf di blogger
Cara Upload file pdf di blogger
Postingan ini sebagai respon dari pertanyaan kawan kita, tentang bagaimana menyisipkan file PDF dalam posting
Blogger. Ada trik untuk itu. Kita membutuhkan layanan dari pihak ketiga. Dalam hal ini saya memberi contoh dengan
menggunakan layanan dari Scribd.com. Semoga ini juga berguna bagi para teman-teman. Silakan ikuti petunjuk
dibawah ini :
Postingan ini sebagai respon dari pertanyaan kawan kita, tentang bagaimana menyisipkan file PDF dalam posting
Blogger. Ada trik untuk itu. Kita membutuhkan layanan dari pihak ketiga. Dalam hal ini saya memberi contoh dengan
menggunakan layanan dari Scribd.com. Semoga ini juga berguna bagi para teman-teman. Silakan ikuti petunjuk
dibawah ini :
- Kunjungi website www.scribd.com
- Klik Sign Up untuk mendaftar, Masukkan data diri Anda.
- Masuk ke akun e-mail Anda.
- Buka e-mail dari Scribd berjudul "Verify your e-mail address", klik link yang tersedia dan loginlah Pada Step 1 - "Choose Documents to Upload", klik browse untuk memilih dokumen PDF Anda di komputer, Klik "Upload"
- Pada halaman "Describe Your Document", isilah isian dari judul dokumen hingga keywordnya, klik "Save"
- Selanjutnya pada halaman "Share Your Document", gulung halaman ke bawah, pada pilihan "Share This Document", klik button" Embed Code"
- Masuk ke Akun Blogger Anda.
- Klik "Buat Entri", klik Tab "Edit HTML", masukkan kode dari Scribd tadi dengan menekan Ctrl + V
- Hasilnya, dokumen PDF Anda akan termuat dalam postingan Blogger Anda. Anda tinggal menerbitkan entri/postingan Anda.
Awalnya anda pasti binggung, Tul ga,,,!! Hehe...Nanti udah terbiasa terasa gampang-gampang susah. silakan dicoba
Semoga Sukses dan Berhasil!!!
Semoga Sukses dan Berhasil!!!
BERSUKUR
Seorang
ibu yang baru saja selesai melahirkan diberi masa nifas selama 40-60
hari menurut kebiasaan. Di samping nifas itu berguna membersihkan tubuh
seorang ibu dari penyakit dan memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak
selama hamil dan melahirkan, Allah ingin memberikan kemudahan bagi
seorang ibu untuk konsentrasi merawat anaknya. Ia tidak dibebani ibadah
apa pun selama ia masih dalam keadaan nifas. Ibadah, bahkan jihad
baginya pada waktu itu adalah melayani generasi pelanjut yang akan
memakmurkan kehidupan di dunia, yang akan menjadi hamba-hamba Allah di
permukaan bumi. Itu semua hanya untuk kepentingan hamba-Nya.
Dari hal ini kita bisa memahami bahwa Allah hanya ingin memindahkan kita
dari satu nikmat kepada nikmat berikutnya. Semua ibadah yang kita
lakukan hanya untuk kebaikan kita, tidak ada kepentingan Allah di sana.
Sehingga seolah-olah Allah mundur (tanazul) dari hak-hak-Nya demi
kebaikan dan kemudahan hidup hamba-Nya.
Allah hanya inginkan pengakuan
dan sedikit rasa syukur dari hamba-Nya. Di mana pengakuan dan rasa
syukur itu pun bukanlah karena Allah ingin disanjung, dimuliakan. Karena
kekuasaan dan kemuliaan Allah tidak akan bertambah dengan banyaknya
ibadah kita, dan Allah tidak akan menjadi hina karena kezaliman dan
kekafiran hamba-Nya.
Rasa syukur itu manfaatnya juga hanya
untuk kita. Karena kufur terhadap nikmat Allah menyebabkan proses
pemberian nikmat selanjutnya menjadi terhalang. Jadi bukan Allah yang
menghalangi nikmat turun kepada diri kita, tapi kita sendiri sebenarnya
yang menghindar atau menghalangi nikmat Allah itu untuk datang.
Maha Suci Engkau ya Allah, kami saja yang tidak memahami hal itu semua,
maka tambahkanlah pemahaman kepada kami dan jadikanlah kami termasuk
hamba-Mu yang pandai bersyukur.
Seorang
ibu yang baru saja selesai melahirkan diberi masa nifas selama 40-60
hari menurut kebiasaan. Di samping nifas itu berguna membersihkan tubuh
seorang ibu dari penyakit dan memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak
selama hamil dan melahirkan, Allah ingin memberikan kemudahan bagi
seorang ibu untuk konsentrasi merawat anaknya. Ia tidak dibebani ibadah
apa pun selama ia masih dalam keadaan nifas. Ibadah, bahkan jihad
baginya pada waktu itu adalah melayani generasi pelanjut yang akan
memakmurkan kehidupan di dunia, yang akan menjadi hamba-hamba Allah di
permukaan bumi. Itu semua hanya untuk kepentingan hamba-Nya.
Dari hal ini kita bisa memahami bahwa Allah hanya ingin memindahkan kita dari satu nikmat kepada nikmat berikutnya. Semua ibadah yang kita lakukan hanya untuk kebaikan kita, tidak ada kepentingan Allah di sana. Sehingga seolah-olah Allah mundur (tanazul) dari hak-hak-Nya demi kebaikan dan kemudahan hidup hamba-Nya.
Allah hanya inginkan pengakuan dan sedikit rasa syukur dari hamba-Nya. Di mana pengakuan dan rasa syukur itu pun bukanlah karena Allah ingin disanjung, dimuliakan. Karena kekuasaan dan kemuliaan Allah tidak akan bertambah dengan banyaknya ibadah kita, dan Allah tidak akan menjadi hina karena kezaliman dan kekafiran hamba-Nya.
Rasa syukur itu manfaatnya juga hanya untuk kita. Karena kufur terhadap nikmat Allah menyebabkan proses pemberian nikmat selanjutnya menjadi terhalang. Jadi bukan Allah yang menghalangi nikmat turun kepada diri kita, tapi kita sendiri sebenarnya yang menghindar atau menghalangi nikmat Allah itu untuk datang.
Maha Suci Engkau ya Allah, kami saja yang tidak memahami hal itu semua, maka tambahkanlah pemahaman kepada kami dan jadikanlah kami termasuk hamba-Mu yang pandai bersyukur.
Dari hal ini kita bisa memahami bahwa Allah hanya ingin memindahkan kita dari satu nikmat kepada nikmat berikutnya. Semua ibadah yang kita lakukan hanya untuk kebaikan kita, tidak ada kepentingan Allah di sana. Sehingga seolah-olah Allah mundur (tanazul) dari hak-hak-Nya demi kebaikan dan kemudahan hidup hamba-Nya.
Allah hanya inginkan pengakuan dan sedikit rasa syukur dari hamba-Nya. Di mana pengakuan dan rasa syukur itu pun bukanlah karena Allah ingin disanjung, dimuliakan. Karena kekuasaan dan kemuliaan Allah tidak akan bertambah dengan banyaknya ibadah kita, dan Allah tidak akan menjadi hina karena kezaliman dan kekafiran hamba-Nya.
Rasa syukur itu manfaatnya juga hanya untuk kita. Karena kufur terhadap nikmat Allah menyebabkan proses pemberian nikmat selanjutnya menjadi terhalang. Jadi bukan Allah yang menghalangi nikmat turun kepada diri kita, tapi kita sendiri sebenarnya yang menghindar atau menghalangi nikmat Allah itu untuk datang.
Maha Suci Engkau ya Allah, kami saja yang tidak memahami hal itu semua, maka tambahkanlah pemahaman kepada kami dan jadikanlah kami termasuk hamba-Mu yang pandai bersyukur.
Selasa, 11 Juni 2013
Mesin Pulsa Gratis
Apa Sich BloggerBersatu.com?
Bagaimana Caranya Menjadi Publisher / Penerbit Iklan ?
Untuk menjadi seorang Publisher / Penerbit Iklan yang harus anda lakukan adalah :
BloggerBersatu.com adalah Website Jaringan Periklanan Online berbasis PPC / Pay Per Klik atau Bayar Per Klik dengan harga termurah yang menawarkan jasa periklanan kepada anda para Advertiser (Pemasang Iklan) yang berkeinginan mempromosikan website atau usaha onlinenya yang bakal disebarkan kepada ribuan web owners / blogger yang telah terdaftar di BloggerBersatu.com.
BloggerBersatu.com juga merupakan website yang memberikan kesempatan bagi anda para Publisher (Penerbit Iklan) untuk memperoleh pulsa gratis dengan menyediakan ruang / space pada website atau blog anda sebagai tempat pemasangan iklan bagi advertiser.
Bagaimana Caranya Menjadi Advertiser / Pemasang Iklan ?
Untuk menjadi seorang Advertiser / Pemasang Iklan yang harus Anda lakukan adalah :
Untuk menjadi seorang Advertiser / Pemasang Iklan yang harus Anda lakukan adalah :
- Silakan lakukan pendaftaran terlebih dahulu di sini dengan mengisikan data diri anda.
- Lakukan konfirmasi pendaftaran pada email yang kami kirimkan.
- Login ke BloggerBersatu.com dengan menggunakan email dan password anda.
- Silakan isi saldo iklan (lihat caranya di member area) dan setelah itu silahkan konfirmasi kepada kami.
- Buat iklan anda di halaman member area dan klik aktifkan pada iklan yang akan ditayangkan.
- Tugas anda selesai dan iklan anda sudah terbit diseluruh publisher BloggerBersatu.com
Bagaimana Caranya Menjadi Publisher / Penerbit Iklan ?
Untuk menjadi seorang Publisher / Penerbit Iklan yang harus anda lakukan adalah :
- Silakan lakukan pendaftaran terlebih dahulu di sini dengan mengisikan data diri anda.
- Lakukan konfirmasi pendaftaran pada email yang kami kirimkan.
- Login ke BloggerBersatu.com dengan menggunakan email dan password anda.
- Ambil code script iklan BloggerBersatu.com untuk blog / website Anda selanjutnya pasang pada blog / web anda.
- Silakan buka blog / website Anda, apabila konfigurasi telah dilakukan dengan benar, maka iklan kami akan langsung terlihat atau terbit pada blog / website anda.
Langganan:
Postingan (Atom)