Rabu, 28 Agustus 2013

al-Quran dan Pembacanya

Di antara adab membaca al Qur'an adalah kita merasakan bahwa setiap ayat-ayat itu diturunkan langsung berbicara kepada kita.

Hal yang sangat salah bila orang yang mentadabburi al Qur'an menggunakan ayat-ayat yang dia lantunkan untuk men-scan diri orang lain dan melupakan dirinya sendiri. Padahal seharusnya tilawahnya itu digunakan untuk meneropong dirinya, sesuaikah dengan tuntunan al Qur'an atau tidak.

Sebagian orang menganggap bahwa ayat yang bercerita tentang orang kafir dan munafik jangan digunakan untuk menghukum orang muslim. Hal itu mungkin benar kalau yang dimaksudkan itu adalah menggunakan ayat untuk menghukum orang secara fiqh. Hukum terapan, bukan hukum moral.

Pembicaraan al Qur'an lebih ditujukan kepada sifat yang ada pada diri seseorang. Bila sifat seperti yang disebutkan ada pada seseorang, berarti ia harus intropeksi diri. Sekalipun ayat itu menceritakan tentang orang kafir, kalau sifat orang kafir itu ada pada diri seorang muslim tetap saja ayat itu berlaku kepada dirinya.

Kan tidak masuk akal bila seseorang berlaku zalim sementara ia rajin menjalankan segala ritual ibadah Islam, lalu kita katakan bahwa ayat tentang orang zalim yang kafir tidak berlaku baginya, dia kan seorang muslim. Jadi apakah tidak masalah kalau dia zalim? Atau tidak ada kaitannya dengan ayat?

Allah tidak pernah segan kepada siapapun. Siapa yang bersalah harus dihukum sekalipun keningnya seperti lutut onta saking banyaknya sujud.

Kadang kala orang berfikiran seperti murji'ah yang mengatakan sepanjang kita muslim bersyahadat dosa-dosa yang kita lakukan tidak akan merusak keimanan.

Jadi, khitab (arah pembicaraan al Qur'an) berlaku kepada siapapun yang mempunyai sifat seperti yang disebutkan al Qur'an, sekalipun ia seorang muslim yang rajin menjalankan ritual agama, seperti shalat, puasa, zakat, haji, zikir, tilawah dll, apalagi kalau muslimnya hanya sekadar nompang nama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar