al-Quran dan Pembacanya
Di antara adab membaca al Qur'an adalah kita merasakan bahwa setiap ayat-ayat itu diturunkan langsung berbicara kepada kita.
Hal yang sangat salah bila orang yang mentadabburi al Qur'an
menggunakan ayat-ayat yang dia lantunkan untuk men-scan diri orang lain
dan melupakan dirinya sendiri. Padahal seharusnya tilawahnya itu
digunakan untuk meneropong dirinya, sesuaikah dengan tuntunan al Qur'an
atau tidak.
Sebagian orang menganggap bahwa ayat yang bercerita
tentang orang kafir dan munafik jangan digunakan untuk menghukum orang
muslim. Hal itu mungkin benar kalau yang dimaksudkan itu adalah
menggunakan ayat untuk menghukum orang secara fiqh. Hukum terapan, bukan
hukum moral.
Pembicaraan al
Qur'an lebih ditujukan kepada sifat yang ada pada diri seseorang. Bila
sifat seperti yang disebutkan ada pada seseorang, berarti ia harus
intropeksi diri. Sekalipun ayat itu menceritakan tentang orang kafir,
kalau sifat orang kafir itu ada pada diri seorang muslim tetap saja ayat
itu berlaku kepada dirinya.
Kan tidak masuk akal bila
seseorang berlaku zalim sementara ia rajin menjalankan segala ritual
ibadah Islam, lalu kita katakan bahwa ayat tentang orang zalim yang
kafir tidak berlaku baginya, dia kan seorang muslim. Jadi apakah tidak
masalah kalau dia zalim? Atau tidak ada kaitannya dengan ayat?
Allah tidak pernah segan kepada siapapun. Siapa yang bersalah harus
dihukum sekalipun keningnya seperti lutut onta saking banyaknya sujud.
Kadang kala orang berfikiran seperti murji'ah yang mengatakan sepanjang
kita muslim bersyahadat dosa-dosa yang kita lakukan tidak akan merusak
keimanan.
Jadi, khitab (arah pembicaraan al Qur'an) berlaku
kepada siapapun yang mempunyai sifat seperti yang disebutkan al Qur'an,
sekalipun ia seorang muslim yang rajin menjalankan ritual agama, seperti
shalat, puasa, zakat, haji, zikir, tilawah dll, apalagi kalau muslimnya
hanya sekadar nompang nama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar